Rewind at Brand New Colony










Brand New Colony "The End Of Art"
Performance Art Event at Asbestos Art Space, Bandung
Feb 22. 2009

Performance by Rewind Art Community

"Art is like a piece of cook"
-Seni seperti sebuah masakan-

Sebuah analogi seni. Khususnya seni rupa,karena bidang inilah yang sedang kami geluti sekarang. Mengapa masakan? Seni seperti halnya sebuah masakan. Untuk menghasilkan masakan yang lezat-dalam arti dapat memuaskan diri sendiri atau orang lain yang menyantapnya- diperlukan bahan-bahan pilihan, teknik memasak yang jempolan serta kemampun penyajian yang menarik dan berkesan.

Masakan juga beragam sekali mulai dari yang tradisional, ala barat, ala eropa, ala tiongha, dan lain-lain. Setiap individu mempunyai cara memasak yang berbeda dan mempunyai selera yang berbeda pula. Sebuah masakan dapat disebut lezat oleh satu individu namun belum tentu oleh individu/sekelompok individu lainnya. Banyak faktor yang menentukan, mulai dari latar belakang geografis, sosial dan budaya sampai kepada taste personal/selera pribadi yang sangat khusus.

Begitu pula halnya dengan seni rupa. Dalam proses mewujudkan sebuah karya seni tentunya diperlukan kemampuan mengolah ide serta gagasan menjadi konsep seni, kemampuan memilih material/media/bahan & alat yang akan digunakan, serta kemampuan mengolah unsur-unsur rupa dan prinsip-prinsip rupa melaluai media, alat & bahan untuk menuangkan gagasan kita untuk kemudian disajikan sebagai sebuah karya.
Setelah semua proses itu mungkin kita akan terpuaskan ataupun tidak terpuaskan,entah dalam prosesnya sendiri atau ketika menyelami hasil akhirnya. Akan halnya dengan orang lain menanggapi hasil akhir karya kita, semua bebas untuk mempunyai persepsi dan membuat interpretasi, mungkin memuji, membicarakannya, menseminarkannya atau memaki dan meludahi, tiada batasan.

Semuanya bebas, termasuk bagaimana kita menentukan rasa masakan kita. ingin dibuat manis, pedas, gurih asin, realis, surrealis, pop-art, dada, posmo, konseptual, kontemporer menurut mereka, absurd,apapun.

Kembali lagi seperti halnya sebuah masakan yang dilihat,disantap dan dinikmati untuk kemudian meresap kedalam tubuh dan disimpan sebagai energi yang berguna atau justru sebagi racun yang mematikan. Begitu juga seni yang dinikmati atau terpaksa dilihat dan kemudian mengendap dalam tubuh sebagai kesadaran estetis yang nantinya akan mempengaruhi persepsi, pemikiran dan tingkah laku atau sekedar berlalu begitu saj seperti angin atau zat makanan yang hanya numpang lewat dalam tubuh dan dikeluarkan sebagai "kotoran".

Semuanya kami kembalikan kepada anda

Nikmati Saja

Dunia seni, khususnya dunia seni rupa yang saat ini sedang kami jalani menimbulkan beberapa persepsi dalam alam pikiran kami yang masih sangat hijau. Bagaimana dalam berbagai aspek orisinalitas kita sebagai sebuah bangsa telah terjajah, baik oleh karya seni rupa modern barat, mooi indie, seni rupa posmodern barat dan amerika sampai kepada lukisan kontemporer tionghoa yang sedang booming.

Tidak ada yang salah akan semua itu sama halnya ketika sebagian orang merasa lebih nyaman dengan menyantap makanan fast food bermerek amerika. tidak ada yang berdosa, semua orang berhak menyantap apapun yang dia suka. tapi dengan naifnya benak kami bertanya, dimanakah Indonesia?apakah di pasar-pasar ketika makanan kadaluarsa masih dijual demi uang atau di retail besar saat makanan mengandung formalin dijajakan, dan di galeri nasional saat karya-karya perupa mancanegara digelar. Atau saat sebuah konsepsi dan wacana pendidikan seni yang berkiblat dari konsep seni rupa era Bauhaus dibarat di pakai sebagi pedoman pendidikan seni rupa di selurh institusi pendidikan seni rupa di nusantara.

Kami hanya bisa bingung dan menikmatinya. Ingin kami nikmati semuanya, masakan barat,cina, jepang,eropa, indonesia,lukisan romantisme, mooi indie,pop-art,posmo karena tidak ada yang salah, kami,anda,mereka bebas memilih yang mana yang akan di santap untuk kemudian meracuni atau menyehatkan. Toh masakan asing enak juga untuk dimakan dan pastinya sangat gaya dalam pergaulan. Mungkin hanya sebatas itu............

Tapi mari kita makan semuanya, buang yang tidak bermanfaat dan muntahkan bila tidak enak.

Selamat menikmati

Main Concept & Teks : Agus Jemat
Performance Artist : Ridwan Rau-rau, Hady Ahmad Syahbani, Dwi Nanto Putra, Safirul Islami, Panji Purnama Putra, Topan Darmawan, Wildigda Sunu, Catur, Ardhiansyah Ramadhien
Photograph : Apriliyan

Video : Sharif Ivansyah

REVIEW

Kami berbelanja beberapa jenis masakan/bahan makanan di sekitar kota Bandung, baik makanan jadi atupun bahan mentah. Makanan yang kami beli adalah makanan asli Indonesia (berasal/mempunyai ciri/kisah dari daerah-daerah di Indonesia), makanan impor entah dari eropa, cina, jepang atau amerika-kemungkinan berupa fast food-, makanan-makanan dengan label yang tidak jelas atau industri rumahan yang tidak ada izin depkes atau kondisi visual izinnya mencurigakan. Kami juga akan membeli beberapa jenis minuman seperti kopi, teh,susu,soft drink, es cincau, dawet, dll.

Setelah semuanya terkumpul 4 orang dari kami akan mendisplay hasil belanjaan kami pada sebuah meja, memilah-milah makanan yang akan kami masak atau kami buang, memotong-motongnya sampai halus untuk kemudian disatukan dalam satu wadah dan dimasak dengan cara digoreng. Untuk minuman akan disatukan dalam satu gelas dan di sajikan.

Sementara proses pengolahan bahan-bahan makanan itu berlangsung beberapa orang kami berputar-putar di sekitar meja dan tempat memasak. putarannya ada yang searah jarum jam dan berlawanan. masing-masing orang akan melakukan beberapa aktivitas seperti menyapu ruangan sambil mengoceh, membuang-buang bubuk makanan yang tidak lolos seleksi kami , memunguti kembali bubuk makanan yang telah dibuang dan memakannya, seorang suer hero ang memunguti sampah, seseorang yang meniup-niup kantung plastik dan beberapa aktivitas lainnya.

Selang beberapa waktu orang-orang yang berputar-putar itu akan menjadi tukang masak, dan orang yang sedang memasak akan berputar-putar. semuanya akan berlangsung sampai seluruh masakan yang kami masak siap untuk di sajikan. Kami akan menyajikannya bersama-sama mungkin dalam satu wadah,dan beberapa potong akan kami kemas untuk dibagikan pada audience.

Selain Performance secara kelompok tersebut Ridwan Rau-rau dan Topan Darmawan (Opang) melakukan masing-masing satu performance solo. Topan memakai kostum moron dan berputar di Bandung super mall sebagai ungkapan kesendirian manusia metropolitan di tengah keramaian. Sedangkan Ridwan Rau-rau melakukan monolog puisi sambil mencabuti rambut.

Secara keseluruhan event Brand New Colony ini juga menghadirkan satu komunitas performance asal Bandung yaitu Koloni Hitam, beberapa performer Koloni Hitam melakukan performance secara peroranfan seperti Akay Deni, Agung Jek. dll. Ada pula diskusi dan bincang-bincang Performance Art bersama Cristiawan, Asmudjo J Irianto, dan perupa-perupa Bandung.



Comments